ORANG-ORANG BAIK

Kamis, 07 April 2011

AGAMA ISLAM

Tokoh – tokoh ilmuwan muslim pada masa daulah abasiyah

Kalau kita mempelajari sejarah Islam maka akan terlihat semangat orang-orang Islam terdahulu dalam mencari ilmu, mereka belajar dari orang-orang Syiria, dengan orang-orang Persia, dengan orang-orang India, dengan orang-orang Mesir kuno, juga dengan orang-orang Yunani dan lain sebagainya. Dengan demikian maka mereka telah banyak mengumpuylkan ilmu dari berbagai daerah seperti diatas. Malahan oleh khalifah Harun dari daulah Abbasiyah dan kemudian oleh khalifah Makmun, diperintahkan agar buku-buku yang ditulis dalam bahasa asing pada waktu itu disalin dan diterjemahkan kedalam bahasa Arab. Hal ini dimaksudkan agar ilmu-ilmu yang pada waktu itu sudah dikembangkan diberbagai bagian dunia oleh berbagai bangsa itu dapat dikumpulkan untuk dipelajari dan dikuasai oleh orang-orang Islam.
Maka sejak itulah mulai bermunculan ilmuwan-ilmuwan Islam yang terkenal secara Internasional dan diakui karya-karyanya oleh seluruh dunia hingga kini, seperti : 
1. Jabir Ibnu Hayyan
  Orang-orang Eropa menamakannya Gebert, ia hidup antara tahun 721-815 M. Dia adalah seorang tokoh Islam yang mempelajari dan mengembangkan dunia Islam yang pertama. Ilmu tersebut kemudian berkembang dan kita mengenal sebagai ilmu kimia. Bidang keahliannya, (dimana dia mengadakan peneltian) adalah bidang : Logika, Filosofi, Kedokteran, Fisika, Mekanika, dan sebagainya.

2. Abu Yusuf Ya
cub Ibnu Ishak Al-Kindi
  Dalam dunia barat dia dikenal dengan nama Al-Kindus. Memang sudah menjadi semacam adat kebiasaan orang barat pada masa lalu dengan melatinkan nama-nama orang terkemuka, sehingga kadang-kadang orang tidak mengetahui apakah orang tersebut muslim atau bukan. Tetapi para sejarawan kita sendiri maupun barat mengetahui dari buku-buku yang ditinggalkan bahwa mereka adalah orang Islam, karena karya orisinil mereka dapat diketahui dalam bentuk tulisan ilmiah mereka sendiri.
Al-Kindi adalah seorang filosof muslim dan ilmuwan sedang bidang disiplin ilmunya adalah: Filosofi, Matematika, Logika, Musik, Ilmu Kedokteran.

3. Muhammad Ibnu Musa Al-Khawarizmi
  Orang Eropa menyebutnya dengan AlGorisma. Nama itu kemudian dipakai orang-orang barat dalam arti kata Aritmatika atau ilmu hitung. karena apa ? karena dia adalah seorang muslim yang pertama-tama dan ternama dalam ilmu Matematika, ilmu hitung. Bukunya yang terkenal berjudul Al-jabar Wal Muqobalah, kemudian buku tersebut disalin oleh orang-orang barat dan sampai sekarang ilmu itu kita kenal dengan nama AlJabar.

4. Muhammad Ibnu Zakaria Al-Razi
  Hidup antara tahun 865-925 dan namanya dilatinkan menjadi Razes. Seorang dokter klinis yang terbesar pada masa itu dan pernah mengadakan satu penelitian Al-Kimi atau sekarang lebih terkenal disebut ilmu Kimia.
  Didalam penelitiannya pada waktu itu Muhammad Ibnu Zakaria Al-Razi sudah menggunakan peralatan khusus dan secara sistimatis hasil karyanya dibukukan, sehingga orang sekarang tidak sulit mempelajarinya. Disamping itu Al-Razi telah mengerjakan pula proses kimiawi seperti: Distilasi, Kalsinasi dan sebagainya dan bukunya tersebut merupakan suatu buku pegangan Lboratorium Kimia yang pertama di dunia.

5. Abu Nasir Al-Farabi
  Orang barat menyebutnya dengan ALFARABIUS. Ia hidup tahun 870-900 M dan merupakan tokoh Islam yang pertama dalam bidang Logika. Al Farabi juga mengembangkan dan mempelajari ilmu Fisika, Matematika, Etika, Filosofi, Politik, dan sebagainya.

6. Abu Ali Al-Husein Ibnu Sina
  Atau dikenal dengan nama Avicena, yang hidup antara tahun 980-1037 M. Seorang ilmuwan muslim dan Filosof besar pada waktu itu, hingga kepadanya diberikan julukan Syeh Al-Rais.
  Keistimewaannya antara lain pada masa umur 10 tahun sudah hafal Al-Qur`an, kemudian pada usia 18 tahun sudah mampu menguasai semua ilmu yang ada pada waktu itu, bidang keahliannya adalah ilmu Kedokteran, ilmu Fisika, Geologi, Mineralogi.

Dan masih banyak lagi ilmuwan-ilmuwan muslim tempo dulu yang telah mengukir prestasi gemilang pada masanya..kini pertanyaan diarahkan kepada kita, bisakah kita menjadi muslim-muslim yang akrab dengan dunia ilmu atau berprestasi dengan ilmu ?...jawabannya ada pada diri kita sendiri
A.     Kedokteran
1.           Ibnu Sina


Syeikhur Rais, Abu Ali Husein bin Abdillah bin Hasan bin Ali bin Sina, yang dikenal dengan sebutan Ibnu Sina atau Aviciena lahir pada tahun 370 hijriyah di sebuah desa bernama Khormeisan dekat Bukhara. Sejak masa kanak-kanak, Ibnu Sina yang berasal dari keluarga bermadzhab Ismailiyah sudah akrab dengan pembahasan ilmiah terutama yang disampaikan oleh ayahnya. Kecerdasannya yang sangat tinggi membuatnya sangat menonjol sehingga salah seorang guru menasehati ayahnya agar Ibnu Sina tidak terjun ke dalam pekerjaan apapun selain belajar dan menimba ilmu.

Dengan demikian, Ibnu Sina secara penuh memberikan perhatiannya kepada aktivitas keilmuan. Kejeniusannya membuat ia cepat menguasai banyak ilmu, dan meski masih berusia muda, beliau sudah mahir dalam bidang kedokteran. Beliau pun menjadi terkenal, sehingga Raja Bukhara Nuh bin Mansur yang memerintah antara tahun 366 hingga 387 hijriyah saat jatuh sakit memanggil Ibnu Sina untuk merawat dan mengobatinya.


Berkat itu, Ibnu Sina dapat leluasa masuk ke perpustakaan istana Samani yang besar. Ibnu Sina mengenai perpustakan itu mengatakan demikian;

“Semua buku yang aku inginkan ada di situ. Bahkan aku menemukan banyak buku yang kebanyakan orang bahkan tak pernah mengetahui namanya. Aku sendiri pun belum pernah melihatnya dan tidak akan pernah melihatnya lagi. Karena itu aku dengan giat membaca kitab-kitab itu dan semaksimal mungkin memanfaatkannya... Ketika usiaku menginjak 18 tahun, aku telah berhasil menyelesaikan semua bidang ilmu.” Ibnu Sina menguasai berbagai ilmu seperti hikmah, mantiq, dan matematika dengan berbagai cabangnya.



Kesibukannya di pentas politik di istana Mansur, raja dinasti Samani, juga kedudukannya sebagai menteri di pemerintahan Abu Tahir Syamsud Daulah Deilami dan konflik politik yang terjadi akibat perebutan kekuasaan antara kelompok bangsawan, tidak mengurangi aktivitas keilmuan Ibnu Sina. Bahkan safari panjangnya ke berbagai penjuru dan penahanannya selama beberapa bulan di penjara Tajul Muk, penguasa Hamedan, tak menghalangi beliau untuk melahirkan ratusan jilid karya ilmiah dan risalah.



Ketika berada di istana dan hidup tenang serta dapat dengan mudah memperoleh buku yang diinginkan, Ibnu Sina menyibukkan diri dengan menulis kitab Qanun dalam ilmu kedokteran atau menulis ensiklopedia filsafatnya yang dibeni nama kitab Al-Syifa’. Namun ketika harus bepergian beliau menulis buku-buku kecil yang disebut dengan risalah. Saat berada di dalam penjara, Ibnu Sina menyibukkan diri dengan menggubah bait-bait syair, atau menulis perenungan agamanya dengan metode yang indah.



Di antara buku-buku dan risalah yang ditulis oleh Ibnu Sina, kitab al-Syifa’ dalam filsafat dan Al-Qanun dalam ilmu kedokteran dikenal sepanjang massa. Al-Syifa’ ditulis dalam 18 jilid yang membahas ilmu filsafat, mantiq, matematika, ilmu alam dan ilahiyyat. Mantiq al-Syifa’ saat ini dikenal sebagai buku yang paling otentik dalam ilmu mantiq islami, sementara pembahasan ilmu alam dan ilahiyyat dari kitab al-Syifa’ sampai saat ini juga masih menjadi bahan telaah.



Dalam ilmu kedokteran, kitab Al-Qanun tulisan Ibnu Sina selama beberapa abad menjadi kitab rujukan utama dan paling otentik. Kitab ini mengupas kaedah-kaedah umum ilmu kedokteran, obat-obatan dan berbagai macam penyakit. Seiring dengan kebangkitan gerakan penerjemahan pada abad ke-12 masehi, kitab Al-Qanun karya Ibnu Sina diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Kini buku tersebut juga sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Prancis dan Jerman. Al-Qanun adalah kitab kumpulan metode pengobatan purba dan metode pengobatan Islam. Kitab ini pernah menjadi kurikulum pendidikan kedokteran di universitas-universitas Eropa.



Ibnu juga memiliki peran besar dalam mengembangkan berbagai bidang keilmuan. Beliau menerjemahkan karya Aqlides dan menjalankan observatorium untuk ilmu perbintangan. Dalam masalah energi Ibnu Sina memberikan hasil penelitiannya akan masalah ruangan hampa, cahaya dan panas kepada khazanah keilmuan dunia. 



Dikatakan bahwa Ibnu Sina memiliki karya tulis yang dalam bahasa latin berjudul De Conglutineation Lagibum. Dalam salah bab karya tulis ini, Ibnu Sina membahas tentang asal nama gunung-gunung. Pembahasan ini sungguh menarik. Di sana Ibnu Sina mengatakan, “Kemungkinan gunung tercipta karena dua penyebab. Pertama menggelembungnya kulit luar bumi dan ini terjadi lantaran goncangan hebat gempa. Kedua karena proses air yang mencari jalan untuk mengalir. Proses mengakibatkan munculnya lembah-lembah bersama dan melahirkan penggelembungan pada permukaan bumi. Sebab sebagian permukaan bumi keras dan sebagian lagi lunak. Angin juga berperan dengan meniup sebagian dan meninggalkan sebagian pada tempatnya. Ini adalah penyebab munculnya gundukan di kulit luar bumi.”



Ibnu Sina dengan kekuatan logikanya -sehingga dalam banyak hal mengikuti teori matematika bahkan dalam kedokteran dan proses pengobatan- dikenal pula sebagai filosof tak tertandingi. Menurutnya, seseorang baru diakui sebagai ilmuan, jika ia menguasai filsafat secara sempurna. Ibnu Sina sangat cermat dalam mempelajari pandangan-pandangan Aristoteles di bidang filsafat. Ketika menceritakan pengalamannya mempelajari pemikiran Aristoteles, Ibnu Sina mengaku bahwa beliau membaca kitab Metafisika karya Aristoteles sebanyak 40 kali. Beliau menguasai maksud dari kitab itu secara sempurna setelah membaca syarah atau penjelasan ‘metafisika Aristoteles’ yang ditulis oleh Farabi, filosof muslim sebelumnya.



Dalam filsafat, kehidupan Abu Ali Ibnu Sina mengalami dua periode yang penting. Periode pertama adalah periode ketika beliau mengikuti faham filsafat paripatetik. Pada periode ini, Ibnu Sina dikenal sebagai penerjemah pemikiran Aristoteles. Periode kedua adalah periode ketika Ibnu Sina menarik diri dari faham paripatetik dan seperti yang dikatakannya sendiri cenderung kepada pemikiran iluminasi.



Berkat telaah dan studi filsafat yang dilakukan para filosof sebelumnya semisal Al-Kindi dan Farabi, Ibnu Sina berhasil menyusun sistem filsafat islam yang terkoordinasi dengan rapi. Pekerjaan besar yang dilakukan Ibnu Sina adalah menjawab berbagai persoalan filsafat yang tak terjawab sebelumnya. 



Pengaruh pemikiran filsafat Ibnu Sina seperti karya pemikiran dan telaahnya di bidang kedokteran tidak hanya tertuju pada dunia Islam tetapi juga merambah Eropa. Albertos Magnus, ilmuan asal Jerman dari aliran Dominique yang hidup antara tahun 1200-1280 Masehi adalah orang Eropa pertama yang menulis penjelasan lengkap tentang filsafat Aristoteles. Ia dikenal sebagai perintis utama pemikiran Aristoteles Kristen. Dia lah yang mengawinkan dunia Kristen dengan pemikiran Aristoteles. Dia mengenal pandangan dan pemikiran filosof besar Yunani itu dari buku-buku Ibnu Sina. Filsafat metafisika Ibnu Sina adalah ringkasan dari tema-tema filosofis yang kebenarannya diakui dua abad setelahnya oleh para pemikir Barat.



Ibnu Sina wafat pada tahun 428 hijriyah pada usia 58 tahun. Beliau pergi setelah menyumbangkan banyak hal kepada khazanah keilmuan umat manusia dan namanya akan selalu dikenang sepanjang sejarah. Ibnu Sina adalah contoh dari peradaban besar Iran di zamannya.



2.     Ibnu Rusyd

Keturunannya terdiri daripada golongan yang berilmu dan ternama. Bapanya dan datuknya merupakan kadi di Kardova. Oleh itu, beliau telah dihantar untuk berguru dengan Ibnu Zuhr yang kemudiannya menjadi rakan karibnya.

Ibnu Rusyd mempelajari ilmu fiqh dan perubatan daripada rakannya yang juga merupakan tokoh perubatan yang terkenal di Sepanyol, Ibnu Zuhr yang pernah bertugas di sebagai doktor istana di Andalusia.

Sebelum meninggal dunia, beliau telah menghasilkan bukunya yang terkenal Al Taysir. Buku itu telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan bahasa Inggeris dengan judul Faclititation of Treatment.

Selain menjalin perhubungan yang akrab dengan Ibnu Zuhr, Ibnu Rusyd juga mempunyai hubungan yang baik dengan kerajaan Islam Muwahidin. Hubungan ini telah membolehkan Ibnu Rusy dilantik sebagai hakim di Sevilla pada tahun 1169. Dua tahun kemudian, beliau dilantik menjadi hakim di Kardova.

Selepas beberapa waktu menjadi hakim, beliau dilantik sebagai doktor istana pada tahun 1182 berikutan persaraan Ibn Tufail. Ramai yang berasa cemburu dan dengki dengan kedudukan Ibnu Rusyd. Kerana desakan dan tekanan pihak tertentu yang menganggapnya sebagai mulhid, beliau dibuang ke daerah Alaisano.

Setelah selesai menjalani tempoh pembuangannya, beliau pulang semula Kardova. Kehadirannya di Kardova bukan sahaja tidak diterima, tetapi beliau telah disisihkan oleh orang ramai serta menerima pelbagai penghinaan daripada masyarakatnya.

Pada lewat penghujung usianya, kedudukan Ibnu Rusyd dipulihkan semula apabila Khalifah Al-Mansor Al-Muwahhidi menyedari kesilapan yang dilakukannya. Namun, segala kurniaan dan penghormatan yang diberikan kepadanya tidak sempat dikecapi kerana beliau menghembuskan nafas terakhirnya pada tahun 1198.

Kematiannya merupakan kehilangan yang cukup besar kepada kerajaan dan umat Islam di Sepanyol. Beliau tidak meninggalkan sebarang harta benda melainkan ilmu dan tulisan dalam pelbagai bidang seperti falsafah, perubatan, ilmu kalam, falak, fiqh, muzik, kaji bintang, tatabahasa, dan nahu.

Antara karya besar yang pernah dihasilkan oleh Ibnu Rusyd termasuklah "Kulliyah fit-Thibb" yang mengandungi 16 jilid, mengenai perubatan secara umum,   Mabadil   Falsafah (Pengantar Ilmu Falsafah), Tafsir Urjuza yang membicarakan perubatan dan tauhid, Taslul, buku mengenai ilmu kalam, Kasyful Adillah, yang mengungkap persoalan falsafah dan agama, Tahafatul Tahafut, ulasannya terhadap buku Imam Al-Ghazali yang berjudul Tahafatul Falaisafah, dan Muwafaqatil Hikmah Wal Syari'a yang menyentuh persamaan antara falsafah dengan agama.

Siri karya tulisan tersebut menunjukkan betapa penguasaan Ibnu Rusyd dalam pelbagai bidang dan cabang ilmu begitu ketara sekali sehingga usaha untuk menterjemahkan tulisan beliau telah dilakukan ke dalam bahasa lain. Buku "Kulliyah fit-Thibb" telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada tahun 1255 oleh Bonacosa, orang Yahudi dari Padua.

Kemudian buku itu diterjemahkan ke dalam bahasa Inggeris dengan judul General Rules of Medicine. Hasil pemikiran yang dimuatkan dalam tulisannya, terutamanya dalam bidang falsafah, telah mempengaruhi ahli falsafah Barat. Dua orang ahli falsafah Eropah, iaitu Voltaire dan Rousseau dikatakan bukan sekadar terpengaruh oleh falsafah Ibnu Rusyd, tetapi memperolehi ilham daripada pembacaan karyanya.

Pemikiran Voltaire dan Rousseau telah mencetuskan era Renaissance di Perancis sehingga merobah wajah Eropah keseluruhannya sebagaimana yang ada pada hari ini. Masyarakat Barat sebenarnya terhutang budi kepada Ibnu Rusyd keranapemikirannya, sama ada secara langsung ataupun tidak langsung, telah mencetuskan revolusi di benua Eropah.

Pemikirannya memungkinkan masyarakat di sana keluar daripada zaman kegelapan menuju era kemajuan industri yang pesat. Hospital Les Quinze-Vingt yang juga merupakan hopital pertama di Paris didirikan oleh Raja Louis IX  berdasarkan model hospital Sultan Nuruddin di Damsyik yang kaedah perubatannya merupakan hasil daripada idea dan pemikiran Ibnu Rusyd.

Ibnu Rusyd juga telah menulis sebuah buku mengenai muzik yang diberi judul "De Anima Aristoteles" (Commentary on the Aristotle's De Animo). Hasil karyanya ini membuktikan betapa  Ibnu Rusyd begitu terpengaru dan tertarik oleh ilmu logik yang dikemukakan oleh ahli falsafah Yunani, Aristotle.

Pembicaraan falsafah Ibnu Rusyd banyak tertumpu pada persoalan yang berkaitan dengan metafizik, terutamanya ketuhanan. Beliau telah mengemukakan idea yang bernas lagi jelas, dan melakukan pembaharuan semasa membuat huraianya mengenai perkara tersebut.

Pembaharuan ini dapat dilihat juga dalam bidang perubatan apabila Ibnu Rusyd memberi penekanan tentang kepentingan menjaga kesihatan. Beberapa pandangan yang dikemukakan dalam bidang perubatan juga didapati mendahului zamannya. Beliau pernah menyatakan bahawa demam campak hanya akan dialami oleh setiap orang sekali sahaja.

Kehebatannya dalam bidang perubatan tidak berlegar di sekitar perubatan umum, tetapi juga merangkum pembedahan dan fungsi organ di dalam tubuh manusia.

Ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh Ibnu Rusyd turut menjangkau bidang yang berkaitan dengan kemasyarakatan apabila beliau cuba membuat pembahagian masyarakat itu kepada dua golongan iaitu golongan elit yang terdiri daripada ahli falsafah dan masyarakat awam.

Pembahagian strata sosial ini merupakan asas pengenalan pembahagian masyarakat berdasarkan kelas seperti yang dilakukan oleh ahli falsafah terkemudian, seperti Karl Max dan mereka yang sealiran dengannya.

Apabila melihat keterampilan Ibnu Rusyd dalam pelbagai bidang ini, maka tidak syak lagi beliau merupakan tokoh ilmuwan Islam yang tiada tolok bandingannya. Malahan dalam banyak perkara, pemikiran Ibnu Rusyd jauh lebih besar dan berpengaruh jika dibandingkan dengan ahli falsafah yang pernah hidup sebelum zamannya ataupun selepas kematiannya.


3.      Ar Razi

Walau bagaimanapun, al-Razi tetap diletakkan dalam senarai ahli falsafah muslim yang terkemuka sehingga ke hari ini. Sumbangannya yang besar dalam bidang perubatan dan kimia sangat berharga kepada generasi selepasnya. Manakala dalam bidang falsafah, al-Razi memberi sumbangan besar dalam menghuraikan falsafah logik, metafizik, moral, dan kenabian dengan cara rasional dan harmoni. Oleh sebab itulah al-Razi terkenal sebagai seorang ahli falsafah yang rasional dan murni.

Al-Razi atau nama sebenarnya Abu Bakar Muhammad bin Zakaria al-Razi, lahir pada tahun 236H bersamaan 850M. Sesetengah pendapat mengatakan yang beliau lahir pada 1 Sya'ban 251H bersamaan 865M. Beliau anak kelahiran bum! Iran iaitu di Ray dekat Tehran merupakan seorang tokoh falsafah yang masyhur pada kurun ke-3 Hijrah.

Beliau pada zaman mudanya menjadi pemain gambus (rebab, rebana) sambil menyanyi, kemudian dia meninggalkan pekerjaan itu dan mempelajari bidang perubatan dan falsafah. Beliau belajar ilmu kedoktoran dengan Ali ibn Rabban al-Thabari (192 - 240H bersamaan 808-855M) dan belajar ilmu falsafah dengan al-Balkhi. Dalam masa yang sama beliau juga belajar matematik, astronomi, sastera, dan kimia.

Semasa Mansur ibn Ishaq ibn Ahmad ibn Asad menjadi Gabenor Ray, al-Razi diberi kepercayaan memimpin rumah sakit (hospital) selama enam tahun (290-296H bersamaan 902 - 908M). Pada masa ini juga al-Razi menulis buku al-Thibb al-Mansuri yang dipersembahkan kepada Mansur ibn Ishaq ibn Ahmad. Kemudian al-Razi berpindah ke Baghdad atas permintaan Khalifah al-Muktafi (289 - 295H bersamaan 901 - 908M), yang berkuasa pada waktu itu.

Dalam menjalankan kerjaya kedoktoran, beliau dikenal sebagai seorang yang pemurah, sayang kepada pesakit-pesakitnya, dermawan kepada orang-orang miskin dan memberi rawatan kepada mereka secara percuma. Hitti menyifatkan al-Razi sebagai seorang doktor yang paling agung dalam kalangan doktor Muslim dan juga seorang penulis yang produktif.

Kemasyhuran al-Razi sebagai doktor bukan sahaja di dunia timur, tetapi juga di barat; sehinggakan beliau telah digelar The Arabic Galen. Setelah Khalifah al-Muktafi wafat, al-Razi kembali ke Ray, dan meninggal dunia pada 5 Syaaban 313H (Oktober 925M).

Para sarjana berpendapat bahawa al-Razi mengalami sakit mata dan kemudiannya buta pada penghujung hayat-nya. Al-Razi menderita akibat ketekunannya menulis dan membaca yang terlalu banyak.

Dalam dunia keilmuan, tradisi pro dan kontra tidak pernah luput sejak zaman dahulu bahkan sehinggalah ke hari ini. Demikianlah pada zaman al-Razi, beliau tidak terlepas daripada ditentang oleh para ilmuwan sezamannya.

Penentang al-Razi yang dapat dikenal pasti oleh para sarjana dan ilmuwan Islam ialah Abu Qasim al-Balkhi. Beliau banyak menulis penolakan terhadap buku-buku al-Razi, terutama buku 'Ilm al'Ilahi. Begitu juga dengan Syuhaid ibn al-Husain al-Balkhi, beliau mempunyai banyak perbezaan dengannya al-Razi terutama tentang teori kesenangan. Teorinya tentang kesenangan itu
dijelaskan dalam kitabnya Tafdhil Ladzdzat al-Na^s, yang ditulis kembali oleh Abu Sulaiman al-Mantiqi al-Sajistani dalam Siwan al-Hikmah.

Karya-karya dan sumbangan

Al-Razi merupakan antara tokoh yang produktif dalam lapangan penulisan. Hal ini terbukti dengan banyak hasil karya beliau ditemui termasuk yang telah hilang. Tidak kurang daripada 200 buah karangan termasuk buku, makalah, dan surat-surat telah dihasilkan oleh al-Razi dicatatkan para pengkaji. Karya-karya beliau banyak membincangkan persoalan falsafah, perubatan, sains, ketuhanan, al-Quran, ilmu kalam, bahasa Arab, fiqh dan usul fiqh, geometri, dan sejarah.

Kemasyhuran al-Razi bukan sahaja menjadi kebanggaan kepada dunia Islam malah ketokohan dan kepakaran beliau turut diakui oleh dunia barat. Hal ini terbukti dengan banyak karya-karya beliau telah menjadi rujukan dan panduan dunia barat terutamanya dalam bidang perubatan. Sehingga kini karya-karya al-Razi masih diguna.

Kitab al-Hawi (Liber Contines) merupakan sebuah ensiklopedia amalan perubatan terapeutik yang dihasilkan olehnya menjadi rujukan dunia Eropah. Minat yang mendalam dunia Eropah kepada karya agung yang seberat 10kg ini terbukti dengan penerbitannya beberapa kali sejak abad ke-12M lagi sehingga abad ke-17M.

Penemuan al-Razi berkenaan sakit campak cacar tulen (smallpox) dan campak biasa (measal) turut menjadi bahan rujukan perubatan di dunia Barat malah turut diulangi penerbitannya beberapa kali sehingga abad ke-18M. Kedua-dua karya ini juga merupakan sumber kurikulum tradisional di kalangan para pengamal perubatan Islam.

Kitab al-Mansur (Liber medicinalis ad al Mansorem) juga karya agung al-Razi dalam dunia perubatan. Al-Razi telah menghasilkan buku ini ketika beliau di Khurasan di bawah pemerintahan Gabenor al-Mansur Ibnu Ishaq. Dalam buku ini terkandung 10 penemuan berkaitan tentang amalan sent dan sains perubatan. Buku ini dianggap satu karya beliau yang tulen dan mencerminkan kematangan dan kepakaran beliau dalam amalan perubatan moden.

Dalam buku ini juga beliau menekankan betapa pentingnya cara pemeriksaan yang teliti sebelum membuat sesuatu kesimpulan tentang sesuatu penyakit. Satu falsafah yang terpenting dalam karya al-Razi ini ialah kebenaran dalam ilmu perubatan merupakan suatu yang amat sukar diperoleh dan walaupun banyak tersedia rujukan namun kurang juga nilainya sekiranya dibandingkan dengan amalan seorang doktor yang sentiasa menggunakan kuasa pemikiran dan logiknya.

Al-Razi menentang sekeras-kerasnya amalan penipuan dan penyelewengan dalam amalan perubatan. Padanya penyakit jasmani tidak boleh dipisahkan dengan penyakit rohani. Oleh sebab itu, dalam merawatnya kedua-dua pendekatan iaitu rohani dan jasmani terus digemblengkan.

Al-Razi turut memberi sumbangan yang besar dalam bidang kimia dengan terhasilnya Kitab al-Asrar (The Book of Secrets). Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan merupakan sumber utama maklumat bahan kimia sehingga abad ke-14M. Antara lain kejayaan al-Razi dalam dunia perubatan ialah penemuan rawatan kepada penyakit cacar dan pengasingan alkohol dalam penghasilan antiseptik.

Sumbangan al-Razi dalam bidang falsafah tidak kurang hebatnya, dengan terhasilnya banyak karya tentang falsafah sudah cukup untuk membuktikan minat yang mendalam al-Razi dalam bidang falsafah. Karya beliau dalam bidang falsafah yang berjudul Al'Thib al-Ruhani merupakan karya teragung beliau dalam bidang falsafah. Karya ini berkisar tentang cara pengubatan penyakit jiwa dan pengubatan fizik yang menyembuhkan tubuh badan.

Antara karya utama yang membincangkan persoalan falsafah ialah al-Sirah al'Falsafiyyah, Amarah al-lqbal aI'Dawlah, Kitab al-Ladzdzah, Kitab al-llmi al-Ilahi, Maqalah fi ma baid al'Thabiiyah, dan al-Syukuk 'ala Proclus.

Alt Sami al-Nasysyar telah mengesan sebanyak 97 buah buku yang telah dihasilkan oleh al-Razi yang merangkumi bidang-bidang al-Quran (tafsir) lima buah, Ilmu kalam 40 buah, Falsafah 26 buah, Bahasa Arab tujuh buah, Fiqh dan Usul Fiqh lima buah, Perubatan tujuh buah, Geometri lima buah, dan Sejarah dua buah.

Brockelman seorang pengkaji biografi orientalis pula membahagikan penulisan tokoh ini kepada 13 bidang dengan hanya menemui 38 buah karya sahaja, antaranya History dua buah, Fiqh tiga buah, Quran tiga buah, Dogmatics 13 buah, Philosophy lapan buah, Astrology satu buah, Cheiromancy satu buah, Rhetoric satu buah, Encyclopedia satu buah, Medicine satu buah, Physionomy dua buah, Alchemy satu buah, dan Mineralogy satu buah.


4.      Ibnu Rafis

Dunia kedokteran modern mendapuknya sebagai ahli fisiologi terhebat di era keemasan Islam pada abad ke-13 M. Dialah dokter pertama di muka bumi yang mampu merumuskan dasar-dasar sirkulasi lewat temuannya tentang sirkulasi dalam paru-paru, sirkulasi jantung, dan kapiler. Sebuah pencapaian yang prestisius dan luar biasa itu ditorehkan seorang dokter Muslim bernama Ibnu Al-Nafis.

Berkat jasanya yang sangat bernilai itulah, Ibnu Al-Nafis dianugerahi gelar sebagai ‘Bapak Fisiologi Sirkulasi’. Prestasi dan pencapaian gemilang yang ditorehkannya pada abad ke-13 M itu telah mematahkan klaim Barat yang selama beberapa abad menyatakan bahwa Sir William Harvey dari Kent, Inggris yang hidup di abad ke-16 M, sebagai pencetus teori sirkulasi paru-paru.

Jejak prestasi yang ditorehkan Al-Nafsi dalam bidang kedokteran khususnya ilmu fisologi pada era kejayaan Islam itu baru terungkap pada abad ke-20. Dunia kedokteran pun dibuat terperangah dan takjub oleh pencapaian dokter Muslim itu. Adalah fisikawan berkebangsaan Mesir, Muhyo Al- Deen Altawi yang berhasil menguak kiprah Al-Nafsi lewat risalah berjudul Commentary on the Anatomy of Canon of Avicenna yang tersimpan di Perpustakaan Nasional Prussia, Berlin, Jerman.

Kontribusi Al-Nafis dalam dunia kedokteran tak hanya di bidang fisiologi. Ia juga dikenal sebagai dokter yang menyokong kedokteran ekperimental, postmortem otopsi, serta bedah manusia. Sejarah juga mencatat Al-Nafis sebagai dokter pertama yang menjelaskan konsep metabolisme. Tak heran bila dia lalu mengembangkan aliran kedokteran Nafsian tentang sistem anatomi, fisiologi, psikologi, dan pulsologi.

Aliran Nafsian yang diciptakannya itu bertujuan untuk menggantikan doktrindoktrin kedokteran yang dicetuskan pendahulunya yakni Ibnu Sina alias Avicena dan Galen - seorang dokter Yunani. Al- Nafis menilai banyak teori yang dikemukakan kedua dokter termasyhur itu keliru. Antara lain tentang denyut, tulang, otot, panca indera, perut, terusan empedu, dan anatomi tubuh lainnya.

Guna meluruskan teori dan doktrin kedok teran yang dianggapnya keliru itu, Al- Nafsi lalu menggambar diagram yang melukiskan bagian-bagian tubuh yang berbeda dalam sistem fisiologi (kefaalan) yang dikembangkannya. Karya Al-Nafis dalam bidang kedokteran dituliskannya dalam kitab Sharh al-Adwiya al-Murakkaba, komentar Al-Nafis terhadap kitab karya Ibnu Sina yang berjudul Canon of Medicine. Ia juga menulis kitab Com mentary on Anatomy in Avicenna’s Canon pada tahun 1242 M.

Selain memberi kontribusi yang begitu besar dalam bidang kedokteran, Al-Nafis yang juga dikenal sebagai ilmuwan serbabisa itu turut berjasa mengembangkan ilmu keislaman. Al-Nafis berhasil menulis sebuah metodelogi hadits yang memperkenalkan sebuh klasifikasi ilmu hadits yang lebih rasional dan logis. Al-Nafis pun dikenal sebagai seorang sastrawan. Ia menulis Theologus Autodidactu salah satu novel filosofis pertama dalam khazanah karya sastra Arab pertama.

Lalu bagaimana sebenarnya jejak hidup sang dokter kondang itu? Sejatinya, Al- Nafis memiliki nama lengkap Ala al-Din Abu al-Hassan Ali ibn Abi-Hazm Al-Qarshi Al-Dimashqi. Selain dikenal sebagai dokter, Al-Nafis juga merupakan pakar anatomi, fisiologi, bedah, ophtamologi, penghafal Alquran, ahli hadits, ahli hukum, novelis, sosiolog, sastrawan, astronomi, ahli bahasa, dan sejawaran.

Al-Nafis terlahir pada tahun 1213 M di Damaskus, Suriah. Ia menempuh pendidikan kedokteran di Rumah Sakit Al- Nuri Damaskus. Ia menguasai beragam ilmu pengetahuan, karena semasa remaja dan muda menimba banyak ilmu. Ketika berusia 23 tahun, Al-Nafis memutuskan hijrah ke Kairo, Mesir. Ia memulai karirnya sebagai seorang dokter di Rumah Sakit Al-Nassri dan Rumah sakit Al- Man souri. Di rumah sakit itulah, dia men jadi dokter kepala.

Setelah enam tahun mengabdikan diri dua rumah sakit di kota Kairo itu, pada 1242 M, Al-Nafis mempublikasikan karyanya yang berjudul The Commentary on Anatomy in Avicenna’s Canon. Dalam kitab itulah, ia berhasil mengungkapkan penemuannya dalam anatomi manusia. Pe ne muannya yang paling penting adalah mengenai sirkulasi paru-paru dan jantung.

Menginjak usia 31 tahun, Al-Nafis kembali menyelesaikan karyanya yang lain yang berjudul The Comprehensive Book on Medicine. Kitab itu sudah dipublikasikan dalam 43 volume pada tahun 1243 M - 1444 M. Selama lebih dari satu dasawarsa berikutnya, Al-Nafis berhasil menyelesaikan karyanya di bidang kedokteran hampir 300 volume. Namun, dia hanya mempublikasikan 80 volume.

Sejarah mencatat The Comprehensive Book on Medicine merupakan ensiklopedia kedokteran terbesar di zamannya. Pencapaian luar biasa yang ditorehkan Al-Nafis ketika itu dihasilkan dalam situasi politik yang tak menentu. Pasalnya, ketika itu umat Islam di Mesir tengah menghadapi ancaman Perang Salib dan invasi bangsa Mongol.

Setelah Hulagu Khan bersama pasukan bar-barnya meluluh-lantakan kota metropolis intelektual dunia, Baghdad pada tahun 1258, setahun kemudian tentara Mongol men caplok Suriah. Untunglah, keberingasan Mongol tak sampai ke Mesir. Pada tahun 1960, kekusaan Mongol dari Suriah berhasil diusir Sultan Mesir, Baibars, setelah memenangkan pertempuaran Ain Jalut. Sejak tahun 1260 M hingga tahun 1277 M, Ibnu Nafis mengabdikan diri menjadi dokter pribadi Sultan Baibars.

Sebagai seorang penghafal Alquran dan ahli hadits, Al-Nafis memiliki latar belakang keagamaan yang begitu kuat. Ia ternya ta seorang Muslim Sunni ortodoks. Alnafis merupakan seorang sarjana di Sekolah Fikih Syafi’i. Dalam bidang filasafat, dokter serba bisa itu juga menulis beberapa karyanya. Selain mengabdikan diri sebagai dokter, Al-Nafis pun mengajarkan Alquran dan Hadists.

Sang ilmuwan besar itu tutup usia pada 17 Desember 1288 atau 11 Dzulqaidah 687 H. Di akhir hayatnya, Al-Nafis menyumbangkan rumah, perpustakaan dan klinik yang dimilikinya kepada Rumah Sakit Masuriyah agar digunakan bagi kepentingan masyarakat.

Al-Nafis tentang Sirkulasi Paru-paru dan Jantung 


Inilah pencapaian yang berhasil dicapai Ibnu Al-Nafis dalam bidang fisiologi yang mengguncangkan itu. Pada abad ke-13 M, dia telah mengungkapkan penemuan pentingnya. Dalam kitab yang ditulisnya, Al-Nafis berujar, ‘’Da rah dari kamar ka nan jantung harus me nuju bagian kiri jantung, namun tak ada bagian apapun yang menjem batani kedua bilik itu. Sekat tipis pada jantung tidak berlubang.

Al-Nafis pun menambahkan, ‘’Dan bukan seperti apa yang dipikirkan Galen, tak ada poripori tersembunyi di dalam jantung. Darah dari bilik kanan harus melewati vena arteriosa (arteri paru-paru) menuju paru-paru, menyebar, berbaur dengan udara, lalu menuju arteria venosa (vena paru-paru) dan menuju bilik kiri jantung dan bentuk ini merupakan spirit vital.’‘

Selain itu, Al-Nafis secara tegas me nga takan, ‘’Jantung hanya memiliki dua kamar. Dan antara dua bagian itu sungguh tidak saling terbuka. Dan, pembedahan juga membuktikan kebohongan yang mereka ungkapkan. Sekat antara dua bilik jantung lebih tipis dari apapun. Keuntungan yang didapat dengan adanya sekat ini adalah, darah pada bilik kanan dengan mudah menuju paru-paru, bercampur dengan udara di dalam paru-paru, kemudian didorong menuju ar te ria venosa ke bilik kiri dari dua bilik jantung...”

Mengenai anatomi paruparu, Ibnu Al-Nafis menulis:’‘Paru-paru terdiri dari banyak bagian, pertama adalah bronkus, kedua adalah cabangcabang arteria venosa, dan ketiga adalah cabang-cabang vena arteriosa. Ketiganya terhubung oleh jaringan daging yang berongga.

B.    Fisika

1.     Al – Farabi

Nama sebenarnya Abu Nasr Muhammad Ibnu Muhammad Ibnu Tarkhan Ibnu Uzlaq Al Farabi. Beliau lahir pada tahun 874M (260H) di Transoxia yang terletak dalam Wilayah Wasij di Turki. Bapanya merupakan seorang anggota tentera yang miskin tetapi semua itu tidak menghalangnya daripada mendapat pendidikan di Baghdad. Beliau telah mempelajari bahasa Arab di bawah pimpinan Ali Abu Bakr Muhammad ibn al-Sariy.

Selepas beberapa waktu, beliau berpindah ke Damsyik sebelum meneruskan perjalanannya ke Halab. Semasa di sana, beliau telah berkhidmat di istana Saif al-Daulah dengan gaji empat dirham sehari. Hal ini menyebabkan dia hidup dalam keadaan yang serba kekurangan.

Al-Farabi terdidik dengan sifat qanaah menjadikan beliau seorang yang amat sederhana, tidak gilakan harta dan cintakan dunia. Beliau lebih menumpukan perhatian untuk mencari ilmu daripada mendapatkan kekayaan duniawi. Sebab itulah Al-Farabi hidup dalam keadaan yang miskin sehingga beliau menghembuskan nafas yang terakhir pada tahun 950M (339H).

Walaupun Al-Farabi merupakan seorang yang zuhud tetapi beliau bukan seorang ahli sufi. Beliau merupakan seorang ilmuwan yang cukup terkenal pada zamannya. Dia berkemampuan menguasai pelbagai bahasa.

Selain itu, dia juga merupakan seorang pemuzik yang handal. Lagu yang dihasilkan meninggalkan kesan secara langsung kepada pendengarnya. Selain mempunyai kemampuan untuk bermain muzik, beliau juga telah mencipta satu jenis alat muzik yang dikenali sebagai gambus.

Kemampuan Al-Farabi bukan sekadar itu, malah beliau juga memiliki ilmu pengetahuan yang mendalam dalam bidang perubatan, sains, matematik, dan sejarah. Namun, keterampilannya sebagai seorang ilmuwan yang terulung lebih dalam bidang falsafah. Bahkan kehebatannya dalam bidang ini mengatasi ahli falsafah Islam yang lain seperti Al-Kindi dan Ibnu Rusyd.

Dalam membicarakan teori politiknya, beliau berpendapat bahawa akal dan wahyu adalah satu hakikat yang padu. Sebarang percubaan dan usaha untuk memisahkan kedua-dua elemen tersebut akan melahirkan sebuah negara yang pincang serta masyarakat yang kacau-bilau. Oleh itu, akal dan wahyu perlu dijadikan sebagai dasar kepada pembinaan sebuah negara yang kuat, stabil serta makmur.

Al-Farabi banyak mengkaji mengenai falsafah dan teori Socrates, Plato, dan Aristotle dalam usahanya untuk menghasilkan teori serta konsep mengenai kebahagiaan. Maka tidak hairanlah, Al-Farabi dikenali sebagai orang yang paling memahami falsafah Aristotle. Dia juga merupakan seorang yang terawal menulis mengenai ilmu logik Yunani secara teratur dalam bahasa Arab.

Meskipun pemikiran falsafahnya banyak dipengaruhi oleh falsafah Yunani tetapi beliau menentang pendapat Plato yang menganjurkan konsep pemisahan dalam kehidupan manusia.

Menurut Al-Farabi, seorang ahli falsafah tidak seharusnya memisahkan dirinya daripada sains dan politlk. Sebaliknya perlu menguasai kedua-duanya untuk menjadi seorang ahli falsafah yang sempurna.

Tanpa sains, seorang ahli falsafah tidak mempunyai cukup peralatan untuk diekspolitasikan untuk kepentingan orang lain. Justeru, seorang ahli falsafah yang tulen tidak akan merasai sebarang perbezaan di antaranya dengan pemerintah yang tertinggi kerana keduanya merupakan komponen yang saling lengkap melengkapi. Dalam hal ini beliau mencadangkan agar diwujudkan sebuah negara kebajikan yang diketuai oleh ahli falsafah.

Pandangan falsafahnya yang kritikal telah meletakkannya sebaris dengan ahli falsafah Yunani yang lain. Dalam kalangan ahli falsafah Islam, beliau juga dikenali sebagai Aristotle kedua. Bagi Al-Farabi, ilmu segala-galanya dan para ilmuwan harus diletakkan pada kedudukan yang tertinggi dalam pemerintahan sesebuah negara.

Pandangan Al-Farabi ini sebenarnya mempunyai persamaan dengan falsafah dan ajaran Confucius yang meletakkan golongan ilmuwan pada tingkat hierarki yang tertinggi di dalam sistem sosial sesebuah negara.

Di samping itu, Al-Farabi juga mengemukakan banyak pandangan yang mendahului zamannya. Antaranya beliau menyatakan bahawa keadilan itu merupakan sifat semula jadi manusia, manakala pertarungan yang berlaku antara manusia merupakan gejala sifat semula jadi tersebut.

Pemikiran, idea, dan pandangan Al-Farabi mengenai falsafah politik terkandung dalam karyanya yang berjudul "Madinah al-Fadhilah". Perbicaraan mengenai ilmu falsafah zaman Yunani dan falsafah Plato serta Aristotle telah disentuhnya dalam karya " Ihsa* al-Ulum" dan "Kitab al-Jam".

Terdapat dua buku tidak dapat disiapkan oleh Al-Farabi di zamannya. Buku-buku itu ialah "Kunci Ilmu" yang disiapkan oleh anak muridnya yang bernama Muhammad Al Khawarismi pada tahun 976M dan "Fihrist Al-Ulum" yang diselesaikan oleh Ibnu Al-Nadim pada tahun 988M.

Al-Farabi juga telah menghasilkan sebuah buku yang mengandungi pengajaran dan teori muzik Islam, yang diberikan judul "Al-Musiqa" dan dianggap sebagai sebuah buku yang terpenting dalam bidang berkenaan.

Sebagai seeorang ilmuwan yang tulen, Al-Farabi turut memperlihatkan kecenderungannya menghasilkan beberapa kajian dalam bidang perubatan. Walaupun kajiannya dalam bidang ini tidak menjadikannya masyhur tetapi pandangannya telah memberikan sumbangan yang cukup bermakna terhadap perkembangan ilmu perubatan di zamannya.

Salah satu pandangannya yang menarik ialah mengenai betapa jantung adalah lebih penting berbanding otak dalam kehidupan manusia. Ini disebabkan jantung memberikan kehangatan kepada tubuh sedangkan otak hanya menyelaraskan kehangatan itu menurut keperluan anggota tubuh badan.

Sesungguhnya Al-Farabi merupakan seorang tokoh falsafah yang serba boleh. Banyak daripada pemikirannya masih relevan dengan perkembangan dan kehidupan manusia hari ini. Sementelahan itu, pemikirannya mengenai politik dan negara banyak dikaji serta dibicarakan di peringkat universiti bagi mencari penyelesaian dan sintesis terhadap segala kemelut yang berlaku pada hari ini.

2.     Ibnu Haitam


Sejarah telah membuktikan betapa dunia Islam telah melahirkan ramai
golongan sarjana dan ilmuwan yang cukup hebat dalam bidang falsafah,
sains, politik, kesusasteraan, kemasyarakatan, agama, perubatan, dan
sebagainya. Salah satu ciri yang dapat diperhatikan pada para tokoh
ilmuwan Islam ialah mereka tidak sekadar dapat menguasai ilmu
tersebut pada usia yang muda, malah dalam masa yang singkat dapat
menguasai beberapa bidang ilmu secara serentak.
Walaupun tokoh itu lebih dikenali dalam bidang sains dan perubatan
tetapi dia juga memiliki kemahiran yang tinggi dalam bidang agama,
falsafah, dan se umpamanya. Salah seorang daripada tokoh tersebut
ialah Ibnu Haitham atau nama sebenarnya Abu All Muhammad al-Hassan 
ibnu al-Haitham.
Dalam kalangan cerdik pandai di Barat, beliau dikenali dengan nama
Alhazen. Ibnu Haitham dilahirkan di Basrah pada tahun 354H bersamaan
dengan 965 Masihi. Beliau memulakan pendidikan awalnya di Basrah
sebelum dilantik menjadi pegawai pemerintah di bandar kelahirannya.
Setelah beberapa lama berkhidmat dengan pihak pemerintah di sana,
beliau mengambil keputusan merantau ke Ahwaz dan Baghdad.
Di perantauan beliau telah melanjutkan pengajian dan menumpukan
perhatian pada penulisan.
Kecintaannya kepada ilmu telah membawanya berhijrah ke Mesir.
Semasa di sana beliau telah mengambil kesempatan melakukan
beberapa kerja penyelidikan mengenai aliran dan saliran Sungai Nil serta
menyalin buku-buku mengenai matematik dan falak. Tujuannya adalah
untuk mendapatkan wang saraan dalam tempoh pengajiannya
di Universiti al-Azhar.
Hasil daripada usaha itu, beliau telah menjadi seo rang yang amat mahir
dalam bidang sains, falak, mate matik, geometri, perubatan, dan
falsafah. Tulisannya mengenai mata, telah menjadi salah satu rujukan
yang penting dalam bidang pengajian sains di Barat. Malahan kajiannya
mengenai perubatan mata telah menjadi asas kepada pengajian
perubatan moden mengenai mata.
Ibnu Haitham merupakan ilmuwan yang gemar melakukan penyelidikan.
Penyelidikannya mengenai cahaya telah memberikan ilham kepada ahli
sains barat seperti Boger, Bacon, dan Kepler mencipta mikroskop serta
teleskop. Beliau merupakan orang pertama yang menulis dan menemui
pelbagai data penting mengenai cahaya.
Beberapa buah buku mengenai cahaya yang ditulisnya telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggeris, antaranya ialah Light dan On
Twilight Phenomena. Kajiannya banyak membahaskan mengenai senja
dan lingkaran cahaya di sekitar bulan dan matahari serta bayang
bayang dan gerhana.
Menurut Ibnu Haitham, cahaya fajar bermula apabila mata hari berada
di garis 19 darjah di ufuk timur. Warna merah pada senja pula akan
hilang apabila mata hari berada di garis 19 darjah ufuk barat. Dalam
kajiannya, beliau juga telah berjaya menghasilkan kedudukan cahaya
seperti bias cahaya dan pembalikan cahaya.
Ibnu Haitham juga turut melakukan percubaan terhadap kaca yang
dibakar dan dari situ terhasillah teori lensa pembesar. Teori itu telah
digunakan oleh para saintis di Itali untuk menghasilkan kanta pembesar
yang pertama di dunia.
Yang lebih menakjubkan ialah Ibnu Haitham telah menemui prinsip isi
padu udara sebelum seorang saintis yang bernama Trricella mengetahui
perkara itu 500 tahun kemudian. Ibnu Haitham juga telah menemui
kewujudan tarikan graviti sebelum Issaac Newton mengetahuinya.
Selain itu, teori Ibnu Hai tham mengenai jiwa manusia sebagai satu
rentetan perasaan yang bersambung-sambung secara teratur telah
memberikan ilham kepada saintis barat untuk menghasilkan wayang
gambar. Teori beliau telah membawa kepada penemuan filem yang
kemudiannya disambung-sambung dan dimainkan kepada para penonton
sebagaimana yang dapat kita tontoni pada masa kini.
Selain sains, Ibnu Haitham juga banyak menulis mengenai falsafah,
logik, metafizik, dan persoalan yang berkaitan dengan keagamaan.
Beliau turut menulis ulasan dan ringkasan terhadap karya-karya sarjana
terdahulu.
Penulisan falsafahnya banyak tertumpu kepada aspek kebenaran dalam
masalah yang menjadi pertikaian. Padanya pertikaian dan
pertelingkahan mengenai sesuatu perkara berpunca daripada
pendekatan yang digunakan dalam mengenalinya.
Beliau juga berpendapat bahawa kebenaran hanyalah satu. Oleh sebab
itu semua dakwaan kebenaran wajar diragui dalam menilai semua
pandangan yang sedia ada. Jadi, pandangannya mengenai falsafah
amat menarik untuk disoroti.
Bagi Ibnu Haitham, falsafah tidak boleh dipisahkan daripada matematik,
sains, dan ketuhanan. Ketiga-tiga bidang dan cabang ilmu ini harus
dikuasai dan untuk menguasainya seseorang itu perlu menggunakan
waktu mudanya dengan sepenuhnya. Apabila umur semakin meningkat,
kekuatan fizikal dan mental akan turut mengalami kemerosotan.
Ibnu Haitham membuktikan pandangannya apabila beliau begitu ghairah
mencari dan mendalami ilmu pengetahuan pada usia mudanya. Sehingga
kini beliau berjaya menghasilkan banyak buku dan makalah. Antara buku
karyanya termasuk:

1. Al'Jami' fi Usul al'Hisab yang mengandungi teori-teori ilmu
   metametik dan metametik penganalisaannya;
2. Kitab al-Tahlil wa al'Tarkib mengenai ilmu geometri;
3. Kitab Tahlil ai'masa^il al 'Adadiyah tentang algebra;
4. Maqalah fi Istikhraj Simat al'Qiblah yang mengupas tentang arah 
    kiblat bagi segenap rantau;
5. M.aqalah fima Tad'u llaih mengenai penggunaan geometri dalam 
    urusan hukum syarak dan
6. Risalah fi Sina'at al-Syi'r mengenai teknik penulisan puisi.

Sumbangan Ibnu Haitham kepada ilmu sains dan falsafah amat banyak.
Kerana itulah Ibnu Haitham dikenali sebagai seorang yang miskin dari
segi material tetapi kaya dengan ilmu pengetahuan. Beberapa
pandangan dan pendapatnya masih relevan sehingga ke hari ini.
Walau bagaimanapun sebahagian karyanya lagi telah "dicuri" dan
"diceduk" oleh ilmuwan Barat tanpa memberikan penghargaan yang
sewajarnya kepada beliau. Sesungguhnya barat patut berterima kasih
kepada Ibnu Haitham dan para sarjana Islam kerana tanpa mereka
kemungkinan dunia Eropah masih diselubungi dengan kegelapan.
Kajian Ibnu Haitham telah menyediakan landasan kepada perkembangan
ilmu sains dan pada masa yang sama tulisannya mengenai falsafah
telah membuktikan keaslian pemikiran sarjana Islam dalam bidang ilmu
tersebut yang tidak lagi dibelenggu oleh pemikiran falsafah Yunani.


C.     Matematika/Geometri

1.      Al – Khawarizmy

Nama Asli dari al-Khawarizmi ialah Muhammad Ibn Musa al-khawarizmi. Selain itu beliau dikenali sebagai Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Yusoff. Al-Khawarizmi dikenal di Barat sebagai al-Khawarizmi, al-Cowarizmi, al-Ahawizmi, al-Karismi, al-Goritmi, al-Gorismi dan beberapa cara ejaan lagi. Beliau dilahirkan di Bukhara.Tahun 780-850M adalah zaman kegemilangan al-Khawarizmi. al-Khawarizmi telah wafat antara tahun 220 dan 230M. Ada yang mengatakan al-Khawarizmi hidup sekitar awal pertengahan abad ke-9M. Sumber lain menegaskan beliau hidup di Khawarism, Usbekistan pada tahun 194H/780M dan meninggal tahun 266H/850M di Baghdad.

Dalam pendidikan telah dibuktikan bahawa al-Khawarizmi adalah seorang tokoh Islam yang berpengetahuan luas. Pengetahuan dan keahliannya bukan hanya dalam bidang syariat tapi di dalam bidang falsafah, logika, aritmatika, geometri, musik, ilmu hitung, sejarah Islam dan kimia.

Al-Khawarizmi sebagai guru aljabar di Eropa

Beliau telah menciptakan pemakaian Secans dan Tangen dalam penyelidikan trigonometri dan astronomi. Dalam usia muda beliau bekerja di bawah pemerintahan Khalifah al-Ma’mun, bekerja di Bayt al-Hikmah di Baghdad. Beliau bekerja dalam sebuah observatory yaitu tempat belajar matematika dan astronomi. Al-Khawarizmi juga dipercaya untuk memimpin perpustakaan khalifah. Beliau pernah memperkenalkan angka-angka India dan cara-cara perhitungan India pada dunia Islam. Beliau juga merupakan seorang penulis Ensiklopedia dalam berbagai disiplin. Al-Khawarizmi adalah seorang tokoh yang pertama kali memperkenalkan aljabar dan hisab. Banyak lagi ilmu pengetahuan yang beliau pelajari dalam bidang matematika dan menghasilkan konsep-konsep matematika yang begitu populer yang masih digunakan sampai sekarang.

PERANAN DAN SUMBANGAN AL-KHAWARIZMI

Sumbangsihnya dalam bentuk hasil karya diantaranya ialah :

1. Al-Jabr wa’l Muqabalah : beliau telah mencipta pemakaian secans dan tangens dalam penyelidikan trigonometri dan astronomi.

2.Hisab al-Jabr wa al-Muqabalah : Beliau telah mengajukan contoh-contoh persoalan matematika dan mengemukakan 800 buah masalah yang sebagian besar merupakan persoalan yang dikemukakan oleh Neo. Babylian dalam bentuk dugaan yang telah dibuktikan kebenarannya oleh al-Khawarizmi.

3.Sistem Nomor : Beliau telah memperkenalkan konsep sifat dan ia penting dalam sistem Nomor pada zaman sekarang. Karyanya yang satu ini memuat Cos, Sin dan Tan dalam penyelesaian persamaan trigonometri , teorema segitiga sama kaki dan perhitungan luas segitiga, segi empat dan lingkaran dalam geometri.

Banyak lagi konsep dalam matematika yang telah diperkenalkan al-khawarizmi . Bidang astronomi juga membuat al-Khawarizmi terkenal. Astronomi dapat diartikan sebagai ilmu falaq [pengetahuan tentang bintang-bintang yang melibatkan kajian tentang kedudukan, pergerakan, dan pemikiran serta tafsiran yang berkaitan dengan bintang].

Pribadi al-Khawarizmi

Kepribadian al-Khawarizmi telah diakui oleh orang Islam maupun dunia Barat. Ini dapat dibuktikan bahawa G.Sarton mengatakan bahwa“pencapaian-pencapaian yang tertinggi telah diperoleh oleh orang-orang Timur….” Dalam hal ini Al-Khawarizmi. Tokoh lain, Wiedmann berkata…." al-Khawarizmi mempunyai kepribadian yang teguh dan seorang yang mengabdikan hidupnya untuk dunia sains".

Beberapa cabang ilmu dalam Matematika yang diperkenalkan oleh al-Khawarizmi seperti: geometri, aljabar, aritmatika dan lain-lain. Geometri merupakan cabang kedua dalam matematika. Isi kandungan yang diperbincangkan dalam cabang kedua ini ialah asal-usul geometri dan rujukan utamanya ialah Kitab al-Ustugusat[The Elements] hasil karya Euklid : geometri dari segi bahasa berasal daripada perkataan yunani iaitu ‘geo’ yang berarti bumi dan ‘metri’ berarti pengukuran. Dari segi ilmu, geometri adalah ilmu yang mengkaji hal yang berhubungan dengan magnitud dan sifat-sifat ruang. Geometri ini dipelajari sejak zaman firaun [2000SM]. Kemudian Thales Miletus memperkenalkan geometri Mesir kepada Yunani sebagai satu sains dalam kurun abad ke 6 SM. Seterusnya sarjana Islam telah menyempurnakan kaidah pendidikan sains ini terutama pada abad ke9M.

Algebra/aljabar merupakan nadi matematika. Karya Al-Khawarizmi telah diterjemahkan oleh Gerhard of Gremano dan Robert of Chaster ke dalam bahasa Eropa pada abad ke-12. sebelum munculnya karya yang berjudul ‘Hisab al-Jibra wa al Muqabalah yang ditulis oleh al-Khawarizmi pada tahun 820M. Sebelum ini tak ada istilah aljabar.

D.     Lain – lain

1.      Ibnu Bajjah


Sepanjang pemerintahan Islam di Sepanyol yang juga dikenali sebagai
Andalusia, telah lahir ramai cendi-kiawan dan sarjana dalam pelbagai
bidang. Sebahagian mereka ialah ahli sains, matematik, astronomi,
perubatan, falsafah, sastera, dan sebagainya.
Salah seorang mereka ialah Abu Bakr Muhammad Ibn Yahya al-Saigh
atau lebih terkenal sebagai Ibn Bajjah. Beliau dilahirkan di Saragossa
pada tahun 1082 Masihi (M). Ibn Bajjah merupakan seorang
sasterawan dan ahli bahasa yang unggul. Dalam hal ini, beliau pernah
menjadi penyair bagi golongan al-Murabbitin yang dipimpin oleh Abu
Bakr Ibrahim Ibn Tafalwit. Selain itu, Ibn Bajjah juga merupakan
seorang ahli muzik dan pemain gambus yang handal. Sungguhpun
begitu beliau juga seorang yang hafiz al-Quran.
Dalam masa yang sama, Ibn Bajjah amat terkenal dalam bidang
perubatan dan merupakan salah seorang doktor teragung yang pernah
dilahirkan di Andalusia.
Walau bagaimanapun, kehebatannya turut terserlah dalam bidang
politik sehingga beliau dilantik menjadi menteri semasa Abu Bakr Ibrahim
berkuasa di Saragossa. Lebih menakjubkan lagi apabila beliau dapat
menguasai ilmu matematik, fizik, dan falak. Pada kesempatan itu beliau
banyak menulis buku yang berkaitan dengan ilmu logik.
Kemampuannya menguasai berbagai-bagai ilmu itu menjadikannya
seorang sarjana yang teragung bahkan tiada bandingannya di Andalusia
dan barangkali di dunia Islam. Jadi, sumbangannya dalam bidang
keilmuan begitu besar sekali.
Dalam bidang falsafah umpamanya, Ibn Bajjah boleh diletakkan setaraf
dengan al-Farabi dan Aristotle. Dalam bidang ini beliau telah
mengemukakan gagasan fal safah ketuhanan yang menetapkan bahawa
manusia boleh berhubung dengan akal fa'al melalui perantaraan ilmu
pengetahuan dan pembangunan potensi manusia.
Menurut Ibnu Bajjah, manusia boleh mendekati Tuhan melalui amalan
berfikir dan tidak semestinya melalui amalan tasawuf yang dikemukakan
oleh Iman al-Ghazali. Dengan ilmu dan amalan berfikir, segala
keutamaan dan perbuatan moral dapat diarahkan untuk memimpin
serta menguasai jiwa. Usaha ini boleh menumpaskan sifat haiwaniah
yang bersarang dalam hati dan diri manusia.
Berdasarkan pendapatnya, seseorang itu harus mengupayakan
perjuangannya untuk berhubung dengan alam sama ada bersama-sama
dengan masyarakatnya ataupun secara terpisah. Kalau masyarakat itu
tidak baik maka seseorang itu harus menyepi dan menyendiri.
Pandangan falsafah Ibn Bajjah ini jelas dipengaruhi oleh idea-idea
al-Farabi. Pemikiran falsafah Ibn Bajjah ini dapat diikuti dalam "Risalah
al-Wida" dan kitab "Tadbir al-Muttawwahid" yang secara umumnya
merupakan pembelaan kepada karya-karya al-Farabi dan Ibn Sina
kecuali bahagian yang berkenaan dengan sistem menyepi dan
menyendiri.
Namun, ada sesetengah pengkaji mengatakan bahawa kitab tersebut
sama dengan buku "al-Madinah al'Fadhilah" yang ditulis oleh al-Farabi.
Dalam buku itu, al-Farabi menjelaskan pandangan beliau mengenai
politik dan falsafah. Al-Farabi semasa membicarakan tentang politik 
telah mencadangkan supaya sebuah negara kebajikan yang diketuai
oleh ahli falsafah diwujudkan.
Satu persamaan yang ketara antara al-Farabi dengan Ibn Bajjah ialah
kedua-duanya meletakkan ilmu mengatasi segala-galanya. Mereka
hampir sependapat bahawa akal dan wahyu merupakan satu hakikat
yang padu. Sebarang percubaan untuk memisahkan kedua-duanya
hanya akan melahirkan sebuah masyarakat dan negara yang pincang.
Oleh sebab itu, akal dan wahyu harus menjadi dasar dan asas
pembinaan sebuah negara serta masyarakat yang bahagia. Ibn Bajjah
berpendapat bahawa akal boleh menyebabkan manusia mengenali apa
sahaja kewujudan sama ada benda atau Tuhan. Akal boleh mengenali
dengan sendiri perkara-perkara tersebut tanpa dipengaruhi oleh
unsur-unsur kerohanian melalui amalan tasawuf.
Selain itu, Ibn Bajjah juga telah menulis sebuah buku yang berjudul
"aI-Nafs" yang membicarakan persoalan yang berkaitan dengan jiwa.
Pembicaraan itu banyak dipengaruhi oleh gagasan pemikiran falsafah
Yunani. Oleh sebab itulah, Ibn Bajjah banyak membuat ulasan terhadap
karya dan hasil tulisan Aristotle, Galenos, al-Farabi, dan al-Razi.
Minatnya dalam soal-soal yang berkaitan dengan ketuhanan dan
metafizik jauh mengatasi bidang ilmu yang lain meskipun beliau turut
mahir dalam ilmu psikologi, politik, perubatan, algebra, dan sebagainya.
Sewaktu membicarakan ilmu logik, Ibn Bajjah berpendapat bahawa
sesuatu yang dianggap ada itu sama ada benar-benar ada atau tidak
ada bergantung pada sama ada diyakini ada atau hanyalah suatu
kemungkinan. Justeru itu, apa yang diya kini itulah sebenarnya satu
kebenaran dan sesuatu kemungkinan itu boleh jadi mungkin benar dan
tidak benar.
Sebenarnya, banyak perkara di dunia ini yang tidak dapat dihuraikan
menggunakan logik. Jadi, Ibnu Bajjah belajar ilmu-ilmu lain untuk
membantunya memahaminya hal-hal berkaitan dengan metafizik.
Ilmu sains dan fizik misalnya digunakan oleh Ibn Bajjah untuk
menghuraikan persoalan benda dan rupa. Menurut Ibn Bajjah, benda
tidak mungkin wujud tanpa rupa tetapi rupa tanpa benda mungkin
wujud. Oleh sebab itu, kita boleh menggambarkan sesuatu dalam
bentuk dan rupa yang berbeza-beza.
Kemahiran Ibn Bajjah dalam bidang matematik dan fizik sememangnya
diperakui tetapi beliau tidak cuba menyelesaikan permasalahan yang
timbul. Sebaliknya ilmu itu digunakan untuk menguatkan hujah dan
pandangannya mengenai falsafah serta persoalan metafizik.
Masih banyak lagi pemikiran falsafah Ibn Bajjah yang tidak diketahui
kerana sebahagian besar karya tulisannya telah musnah. Bahan yang
tinggal dan sampai kepada kita hanya merupakan sisa-sisa dokumen
yang berselerakan di beberapa perpustakaan di Eropah.
Sesetengah pandangan falsafahnya jelas mendahului zamannya.
Sebagai contoh, beliau telah lama menggunakan ungkapan manusia
sebagai makhluk sosial, sebelum para sarjana Barat berbuat demikian.
Begitu juga konsep masyarakat madani telah dibicarakan dalam
tulisannya secara tidak langsung.
Sesungguhnya Ibn Bajjah merupakan tokoh ilmuwan yang hebat.
Sesuai dengan itu beliau telah diberikan kedudukan dan penghormatan
yang tinggi oleh orang Murabbitin.
Tetapi perasaan dengki dan cemburu telah menyebabkan beliau
diracuni dan akhirnya meninggal dunia pada tahun 1138 (M) dalam usia
yang masih  muda. Biarpun umur Ibn Bajjah tidak panjang tetapi
sumbangan dan pemikirannya telah meletakkan tapak yang kukuh
kepada perkembangan ilmu dan falsafah di bumi Andalusia.


2.      Ibnu Maskawaih

Pandangannya mengenai manusia dan perkembangan masyarakat bukan
sahaja menjadi asas pemikiran ke pada ilmuwan Islam yang lain seperti
Ibnu Khaldun dan Jamaluddin Al Rini tetapi juga para sarjana Barat.
Teori evolusi yang dikemukakannya telah dijadikan sebagai bahan kajian
oleh Charles Darwin yang kemudiannya menerbitkan buku Origin of
Species mengenai kejadian dan asal-usul manusia. Dalam buku
tersebut, Charles Darwin telah menyatakan bahawa manusia
berkembang secara evolusi daripada spesies hidupan yang paling
ringkas kepada yang kompleks. Perkembangan itu berlaku secara
perlahan-lahan dan mengambil masa yang lama.
Hasil daripada kajian dan pemerhatiannya terhadap pelbagai spesies
hidupan dan fosil di beberapa buah benua, beliau akhirnya membuat
keputusan bahawa manusia se benarnya berasal daripada beruk melalui
proses evolusi. Teori evolusinya telah menjadi kontroversi dan
mendapat tentangan daripada pihak gereja kerana dia menafikan
peranan Tuhan dalam menjadikan kehidupan di muka bumi ini.
Namun begitu, teori berkenaan telah menjadikan Darwin terkenal dan
dianggap sebagai pelopor teori evo lusi yang digunakan oleh para
sarjana dalam bidang antropologi dan sosiologi dalam menghuraikan
sejarah serta perjalanan manusia serta perkembangan masyarakat.
Padahal teori evolusi telah lama digunakan oleh Ibn Maskawaih dalam
kajiannya mengenai perabadan ma nusia. Menurutnya, kecerdikan
manusia tidaklah mengatasi kepintaran yang dimiliki oleh beruk. Tetapi
manusia menjadi lebih cerdik kerana pengalaman yang mereka peroleh
dalam kehidupan bermasyarakat.
Bagi Ibn Maskawaih, manusia itu ialah sebuah dunia yang kecil dan
padanya terdapat gambaran mengenai segala yang ada di dunia ini.
Setiap manusia mempunyai peranannya yang tersendiri sama ada
sebagai individu ataupun anggota masyarakat. Pendapat beliau ini
menepati "Teori Fungsi" yang dikemukakan oleh seorang ahli sosio logi
Perancis yang bernama Auguste Comte.
Sekiranya setiap anggota masyarakat melaksanakan peranan dan
fungsinya maka masyarakat itu akan berada dalam keadaan yang stabil
dan bersatu padu serta membolehkannya berkembang dengan teratur.
Manakala sebarang gangguan terhadap fungsi itu akan mengakibatkan
berlakunya konflik dan pergolakan dalam masyarakat. Secara tidak
langsung akan membawa keruntuhan kepada masyarakat tersebut.
Jadi, tidak keterlaluan kalau di katakan bahawa Ibn Maskawaih juga
merupakan pengasas kepada Teori Fungsi yang digunakan oleh para
penganalisis sosial yang menjalankan kajian tentang masyarakat kuno
dan moden. Walaupun beliau terdidik dalam bidang perubatan, tetapi
minatnya yang mendalam terhadap ilmu, telah mendorongnya
mempelajari kesusasteraan, falsafah, kimia, bahasa, dan ilmu klasik
yang lain.
Beliau menguasai dan mempunyai kepakaran setiap bidang yang
dipelajarinya. Ibnu Maskawaih juga ahli sejarah dan ilmuwan akhlak
yang handal. Semua ilmu pengetahuan itu tidak dipelajari sekali gus
seperti yang sering dilakukan oleh sarjana Islam yang lain. Beliau
mempelajarinya secara berperingkat-peringkat dan akhirnya mendapati
bidang falsafah sesuai dengan dirinya sebagai seorang pemikir.
Memulakan kerjayanya sebagai doktor sebelum dilantik menjadi
setiausaha kepada beberapa orang menteri seperti Mueiz al Daulah.
Pengalaman tersebut memberikan beliau peluang yang luas untuk
mendampingi masyara kat dan orang ramai.
Selepas kematian Mueiz, beliau dilantik oleh Menteri Ibnu Amid menja di
ketua perpustakaan. Kesempatan ini telah digunakan untuk menelaah
berbagai-bagai buku yang ditulis oleh para ilmuwan Islam dan Yunani.
Selepas itu, beliau dilantik pula sebagai Ketua Pemegang Amanah
Khazanah yang bertanggungjawab menjaga Perpustakaan Malik Adhdud
Daulah yang memerintah dari tahun 367-372H. Dengan pengetahuan
dan pengalaman yang ada padanya, Ibn Muskawaih telah berjaya
membina ketokohannya sebagai seorang ilmuwan yang mempunyai
pengetahuan yang luas dalam pelbagai bidang.
Banyak teori telah dihasilkan oleh beliau dan tidak terbatas kepada
bi dang falsafah semata-mata. Beliau menulis berbagai-bagai kitab yang
membicarakan pelbagai persoalan. Antaranya Kitab al-Fauz al-Saghir
yang menumpukan pembicaraan kepada persoalan yang berkaitan
dengan metafizik iaitu tentang Allah, kerasulan dan jiwa.
Kebanyakan pandangannya mengenai perkara ini disesuaikan daripada
pandangan ahli falsafah Yunani. Kesan pemikiran falsafah Yunani
terhadap Ibn Muskawaih dapat dilihat pada pan dangannya mengenai
jiwa. Semasa mengungkap persoalan ini, beliau menyatakan bahawa
jiwa merupakan roh yang berlainan daripada tubuh dan tidak mungkin
dapat dilihat dan disentuh oleh pancaindera. Baginya jiwa sesuatu yang
da pat menerima dua perkara pada satu masa yang sama seperti
keadaan hitam dan putih pada satu waktu.
Beliau juga telah mengemukakan teori akhlak dalam kitabnya yang
berjudul kitab Tahzib al-Akhlaq. Dalam kitab itu, beliau menyebut
kemuncak akhlak ialah apabila lahirnya perbuatan-perbuatan baik yang
dilakukan secara teratur. Oleh itu, akhlak yang baik hanya akan lahir
daripada jiwa yang bersih dan begitu juga sebaliknya.
Untuk mendapat jiwa yang bersih maka anak-anak sejak kecil lagi harus
didedahkan de ngan nilai-nilai yang baik. Nilai-nilai buruk pula hanya
akan mengganggu proses tumbesaran dan menyebabkan mereka
membesar tanpa menghiraukan tatasusila. Anak-anak perlu dilatih pada
peringkat awal tumbesaran supaya bersikap dan bertindak mengikut
nilai-nilai ini agar sebati de ngan diri serta sanubari mereka.
Ibn Maskawaih turut menulis beberapa buah kitab yang lain seperti
al'Adwiah al-Mufra-dah tentang ubat-ubatan, Uns al'Farid sebuah
antologi cerpen, Tajarub al'Umarn sebuah catatan mengenai sejarah,
al-Tabikh mengenai kaedah memasak, al'Asyribah yang membicarakan
tentang minuman, al'Fauz al-Kabir, dan Tajrib al'Um.
Berdasarkan banyak kitab yang ditulisnya maka ketokohannya sebagai
ahli falsafah dan pengarang tidak dapat dinafikan. Idea dan
pan dangannya jelas mendahului zaman menjadikannya sebagai salah
seorang ilmuwan serta sarjana Islam yang tiada tolok bandingan pada
zamannya. Sesungguhnya Ibn Maskawaih yang dilahirkan pada 330H
(941M) di Kota Rhages itu akan terus dikenang sebagai seorang ahli
fal safah yang kaya dengan teori-teorinya.

3.      Jabir Ibnu Haiyan

ada peringkat awal kerjaya Abu Musa Jabir Ibn Hayyan, beliau pernah berguru pada Barmaki Vizier iaitu semasa zaman Khalifah Abbasiah pimpinan Harun Ar-Rasyid.

Sumbangan terbesar beliau ialah dalam lapangan ilmu kimia. Beliau cukup terkenal kerana hasil penulisan yang melebihi daripada seratus risalah yang telah diabadikan sehingga kini. Terdapat sebanyak 22 risalah yang antaranya berkaitan dengan alkimia (Al-Kimiya dari bahasa Arab) dan ilmu kimia.

Beliaulah yang memperkenalkan model penelitian dengan cara eksperimen didunia alkimia. Maknanya, beliau yang menjana momentum bagi perkembangan ilmu kimia moden.

Jabir banyak mengabdikan dirinya dengan melakukan eksperimen dan pengembangan kaedah untuk mencapai kemajuan dalam bidang penyelidikan. Beliau mencu-rahkan daya upayanya pada proses pengembangan kaedah asas ilmu kimia dan kajian terhadap pelbagai mekanisme tindak balas kimia. Jadi, beliau mengembangkan ilmu kimia sebagai cabang ilmu alkimia.

Beliau menegaskan bahawa kuantiti yang tepat daripada bahan kimia saling berhubungan dengan wujudnya tindak balas kimia yang akan berlaku. Oleh sebab itu, bolehlah dikatakan bahawa Jabir telah meletakkan dasar ke atas hukum nisbah tetap.

Sumbangan yang paling asas oleh Jabir dalam bidang ilmu kimia termasuk juga dalam bidang penyempurnaan pendekatan saintifik, seperti pada proses penghabluran, penyulingan, kalsinasi (penukaran logam kepada oksidanya dengan cara pembakaran), pejalwap dan penyejatan serta pengembangan terhadap beberapa peralatan untuk menjalankan eksperimen itu.

Pencapaian praktis utama yang disumbangkan oleh beliau ialah penemuan bahan mineral dan asid, yang telah pun dipersiapkan pertama kali dalam penelitian tentang alembik (Anbique). Rekaannya terhadap alembik membuatkan proses penyulingan menjadi lebih mudah dan sistematik.

Antara beberapa kejayaannya yang lain dalam bidang kimia, salah satunya ialah dalam penyediaan asid nitrik, hidroklorik, sitrik, dan tartarik. Penekanan Jabir dalam bidang eksperimen sistematik ini diketahui umum tidak ada duanya didunia.

Oleh sebab itulah, mengapa Jabir diberi kehormatan sebagai "Bapa Ilmu Kimia Moden" oleh rakan sejawatnya diseluruh dunia. Bahkan dalam tulisan Max Mayerhaff, disebutkan bahawa jika ingin mencari susur galur perkembangan ilmu kimia di Eropah maka bolehlah dijejaki secara langsung pada karya-karya Jabir Ibnu Haiyan.

Tegasnya, Jabir merupakan seorang pelopor dalam beberapa bidang pengembangan ilmu kimia gunaan. Sumbangan beliau termasuk juga dalam pembangunan keluli, penyediaan bahan-bahan logam, bahan antikarat, tinta emas, penggunaan bijih mangan dioksida untuk pembuatan kaca, bahan pengering pakaian, dan penyamakan kulit.

Sumbangan beliau juga pada menyediakan pelapisan bahan anti air pada pakaian, serta campuran bahan cat, dan gris. Selain itu, beliau juga mengembangkan teknik peleburan emas dengan menggunakan bahan aqua regia.

Idea eksperimen Jabir itu sekarang telah menjadi dasar untuk mengklasifikasikan unsur-unsur kimia, terutamanya pada bahan logam, bukan logam, dan penguraian bahan kimia. Beliau telah merumuskan tiga bentuk berbeza daripada bahan kimia berdasarkan unsur-unsurnya:
  1. Cecair (spirit), yakni yang mempengaruhi pengewapan pada proses pemanasan, seperti pada bahan kapur barus (camphor), arsenik, dan ammonium klorida.
2.             Logam, seperti emas, perak, timah, tembaga, besi.
3.             Bahan campuran, yang boleh ditukar menjadi serbuk.
Pada abad pertengahan, risalah-risalah Jabir dalam bidang ilmu kimia - termasuk kitabnya yang masyhur, Kitab Al-Kimya dan Kitab Al-Sab'een, telah diterjemahkan ke bahasa Latin. Bahkan terjemahan Kitab Al-Kimya telah diterbitkan oleh orang Inggeris yang bernama Robert Chester pada tahun 1444, dengan judul The Book of the Composition of Alchemy.

Buku kedua, Kitab Al-Sab'een diterjemahkan juga oleh Gerard dari Cremona. Berthelot pula menterjemahkan  beberapa  buku beliau, yang antaranya dikenali dalam judul Book ofKingdom, Book of the Balances, dan Book of Eastern Mercury.

Berikutnya pada tahun 1678, seorang berbangsa Inggeris, iaitu Richard Russel mengalihbahasakan karya Jabir yang lain dengan judul Sum of Perfection. Berbeza dengan pengarang sebelumnya, Richardlah yang pertama kali menyebut Jabir dengan sebutan Geber. Dialah yang memuji Jabir sebagai seorang pendeta Arab dan juga ahli falsafah.

Buku ini kemudiannya menjadi sangat popular di Eropah selama beberapa abad lamanya dan telah member! impak dan pengaruh yang cukup besar kepada evolusi ilmu kimia moden. Istilah alkali, pertama kali ditemukan oleh Jabir.

Sungguhpun begitu, daripada semua karyanya, hanya sedikit sahaja yang telah diterjemahkan. Sebahagian besar karyanya tetap kekal dalam bahasa Arab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar